HALALKAH KITA PACARAN

 

Halalkah Kita Pacaran

(Vania Putri Amarta)

Seminggu sudah Arini mendapatkan surat dari Fahmi, yang isinya nggak jauh beda, so pasti ungkapan cinta. Arini malas untuk membalasnya, hanya disimpan di bawah Kasur tempat tidurnya. Dia tidak punya waktu untuk membalas surat tersebut, sebab kegiatannya sangatlah banyak dan juga otaknya yang terasa nggak konsen untuk membalas surat dari Fahmi.

Hari Senin tiba, Arini datang dengan baju putih rok abu-abu ditambah kerudung sutra putih yang menambah kecantikannya. Sehingga Ia banyak menjadi rebutan untuk dipacarin cowok yang selalu berebut bahkan kadang sampai berkelahi demi mendapatkan urutan pertama dalam pendekatan dengan Arini, siswi yang paling cantik dan juga cerdas di sekolah.

"Rin, ini ada titipan dari Fahmi."

"Terima kasih." Ucap Arini pelan nan lembut.

Arini tahu bahwa surat yang saat ini ada digenggamannya gak jauh beda dengan yang sudah dikirim Fahmi  hari kemarin. Sehingga Ia tidak mood untuk membacanya, malahan Ia memasukan ke saku bajunya. Ia berjalan ke kantor entah apa yang akan dilakukan, tapi sebelum sampai di kantor Ia ketemu Reri yang pasti dapet urutan pertama mendekati Arini karena menang undian.

"Hai Rin..." ujar Reri kepedean

"Wa alaikum Sallam." Balas Arini seraya tersenyum.

"Gue lupa, Assalamualaikum.."

Ucap Reri dengan senyum yang dibuat semanis mungkin agar Arini membalas senyumannya. Reri lalu melangkah mendekati Arini yang kini kira-kira berjarak satu meter.

"Terlambat. Ada apa Rer?"

"Rin, mau ngak kamu jadi pacarku, please jawab sekarang ya?"

"Ngak semudah itu, kamu jadi pacarku. ada kertas sama pena?"

Tanya Arini dengan wajah biasa tidak terkejut dengan ucapan Reri. Lalu Reri membuka tasnya untuk mengambil buku beserta pena setelah dapat Ia berikan kepada Arini. Arini pun mengambilnya dengan tangan kanan disertai lirikan mata ke arah Reri. Arini mencari halaman yang kosong kemudian ia buka tutup pena, tanpa pikir panjang Arini menulis sesuatu di halaman kosong, setelah selesai ia berikan kepada Reri.

"Arin ke kantor dulu ya!" ujar Arini setelah memberikan buku kepada Reri.

"Ya..."

Hanya kata itu saja yang dapat diucapkan Reri karena pesona wajah Arini dapat melemahkan hati Reri. Setelah Arini melangkah menjauh Reri membuka buku serta mencari di lembar mana Arini mengoreskan pena tadi. Setelah ketemu Reri membaca: "Apa hukum pacaran dalam syariat islam?". Karena tak tau maksudnya, Reri lalu melangkah mengejar Arini yang sudah agak jauh tapi karena Reri berjalan setengah berlari sehingga terkejar juga, Arini tau kalau Reri sudah ada di belakangnya.

"Arini, ini di apain?" Tanya Reri seraya berhenti melangkah dan saat itu juga Arini sudah berhenti dan membalikkan badan menghadap lawan bicaranya. Dengan tersenyum karena melihat tingkah reri yang membuat Arini mengelengkan kepala karena Arini merasa bahwa orang yang baru saja mengajaknya membuat hubungan yang lebih dikenal dengan pacaran ternyata bingung dengan apa yang ia tulis.

Tanpa pikir lama Arini berusaha menjawab sesuai dengan situasi dan kondisi yang seharusnya agar tidak menyinggung perasaan Reri. Dengan pandangan yang tertuju di wajah Reri, Arini berkata dengan lemah lembut.

"Kamu kerjakan, nanti kujawab paling lambat besok ya?" kata Arini dan di akhiri senyuman di bibirnya.

 

***

Sepulang sekolah Arini menganti pakaiannya. Saat ia mulai membuka baju ia teringat akan surat dari Fahmi. Ia merasa malas untuk membacanya tapi ia berusaha menahan kantuk yang menghinggapinya, sambil bersandar di tempat tidur seraya tangannya membuka lembar kertas. Setelah mendapatkan posisi yang nyaman Arini mulai membaca.

 

--Buat Arini--

Assalamualaikum

Arini, maafkan aku yang sudah mengganggu hari-harimu dengan kedatangan suratku. Aku sengaja menulis surat ini dengan penuh permintaan untuk di balas. Engkau sudah tau dari surat yang kukirim. Aku melakukan hal ini karena ada alasan yaitu perasaan yang menyiksa hatiku, maka dari pada aku tersiksa lebih baik aku katakan, karena rasa sakit dan perih di hati ini kurasakan. Maka, kuputuskan untuk menulis semua tanpa kututupi biar hatiku tenang, kalau memang dirimu tidak punya setitik perasaan padaku tidak masalah bagiku.

Rin, beginilah rasa cinta, aku baru menyadari betapa pedihnya menahan gelora asmara dan merasakan perasaan takut kalau orang yang dicintai itu pergi atau dimiliki orang lain. Rasa tak rela itu yang kurasakan, maka sengaja kutuliskan semua dan sudah engkau baca. Bukan aku tidak mau menemuimu tapi dirimu yang selalu banyak kegiatan.

Rin, kalau engkau menganggapku sebagai teman aku ucapkan terima kasih dan anggaplah aku teman untuk selamanya. Maafkan aku yang telah mencintaimu dan juga maafkan atas segala kata yang pernah terucap dan tertulis untukmu.

Wasalamualaikum

Dari Sahabatmu

--Fahmi--

 

Setelah membaca surat dari Fahmi, Arini merasakan betapa kecewanya kalau ia berada di posisi Fahmi. Ia menyesali tidak membalas dari kemarin tentang respon yang dipinta Fahmi, Arini bangkit dari ranjang menuju meja belajar. Ia mengambil buku dan pena untuk membalas surat dari Fahmi. Arini menuliskan kata demi kata tetapi kurang pas dan ada yang salah, maka lembar kertas itu ia remas dan dilemparkan ke kotak sampah di sampingnya. Hal itu berulang kali terjadi sehingga kotak sampahnya hampir penuh. Arini merasa tangganya capek dan kedua matanya tidak dapat diajak kompromi sehingga ia berhenti menulis. Lalu Arini merebahkan tubuhnya di kasur dan terlelaplah Arini dibuai mimpi.

Selepas isya, Arini mengambil kertas yang ada di rak buku, ia akan membalas surat Fahmi yang sudah lama belum dibalas karena tidak sempat. Arini berfikir sejenak tentang apa yang akan ia tulis di lembar kertas. Ia tidak tahu harus memulai dengan kata-kata seperti apa dan pula rangkaian kata seperti apa yang tidak terlalu menyakiti Fahmi. Sudah tiga puluh menit Arini berfikir seraya menulis tapi belum ketemu maksud yang sesuai dengan apa yang diinginkan. Arini lalu merangkai kata-kata dari lubuk hatinya tanpa ditutupi sedikit pun sehingga goresan pena mengukir kata.

 

--Buat Fahmi--

Assalamualaikum

Fahmi maafkan aku yang telah lama tidak membalas surat yang engkau kirim, bukan aku tak mau membalas tapi karena tidak ada kesempatan dan waktu untuk menuliskan surat untukmu. Dan inilah balasan yang bisa aku rangkaikan dengan kata-kata yang bisa kuukirkan diatas kertas.

Fahmi, aku mengerti perasaanmu saat ini, kecewa karena tidak mendapat balasan dariku dan juga tidak ada jawaban tentang perasaan yang engkau sampaikan. Terima kasih engkau telah mengatakan hal yang tertera di hatimu. Aku mengerti perasaanmu yang engkau ungkapkan lewat kata-kata yang telah kubaca. Tapi aku belum siap untuk memberi respon karena kupikirkan secara matang dan lagi masalah ini cukup rumit bagiku.

Engkau tahu sendiri, di sekolah banyak anak laki-laki yang ingin sekali menjadikanku pacar mereka, bahkan ada yang memasang undian demi untuk mendekatiku, sampai juga ada yang bertaruh segala, hal tersebut pasti engkau tahu. Selama ini aku tidak terlalu merespon mereka yang mendekatiku, ingin menjadikan aku sebagai pacar. Aku mengerti perasaan mereka yang sangat kecewa karena ulahku, tapi aku sudah beri pengertian kepada beberapa orang yang sudah pernah mengajakku jadian dan malahan sekarang mereka menjadi teman dan sahabat terbaik bagiku.

Perasaan cinta pasti dimiliki oleh setiap orang, tapi setiap orang harus tau cinta seperti apa yang harus dikatakan dan dibuktikan. Cinta memang indah tapi membutakan, aku pernah merasakan jatuh cinta tapi aku merasakan betapa sakitnya patah hati maka dari situlah aku pikirkan tentang hidupku yang seharusnya.

Fahmi, aku sangat mengerti perasaanmu, karena aku pernah merasakan seperti yang engkau rasakan dan aku juga pernah merasakan apa yang pernah engkau lakukan tapi aku kecewa dengan apa yang terjadi. Cinta yang mengebu harus sirna hanya tinggal puing-puing kebencian saat orang yang kita cintai telah dimiliki orang lain atau dia menjadikan kita mainan. Aku mengerti mengapa engkau melakukan hal ini, karena engkau takut aku jadi milik orang atau engkau takut kehilanganku untuk selamanya.

Fahmi, kita dilahirkan ke dunia ini punya tujuan, orang tua kita memasukkan kesekolah agar kita menuntut ilmu dan suatu saat bisa menjadi anak yang bisa dibanggakan serta berguna bagi siapa pun. Bukan tujuan sekolah yang kita cari hanya pacar dan sekedar senang-senang atau berkumpul yang tidak tentu.

Fahmi, aku ingin gunakan waktu saat di sekolah ini untuk mencari ilmu agar bisa menjadi seorang wanita yang berguna dan juga suatu saat bisa diakui bahwa diriku dibutuhkan. Bukan tujuan pacaran yang aku inginkan, aku tidak ingin terikat dengan ikatan yang tenar dengan sebutan pacaran.

Maafkan aku Fahmi, aku tidak bisa membuat ikatan antara aku dan kamu karena aku tidak ingin terikat dan pula tujuan hidupku sudah kurakit. Saat ini tujuan aku pergi kesekolah bukan pacaran tapi mencari ilmu. Kalau memang engkau benar-benar mencintaiku, cintailah aku seperti saat ini, janganlah berharap terlalu berlebihan karena takdir di tangan Allah. Kalau suatu saat engkau masih memiliki cinta dan aku masih sendiri, pinanglah aku. Aku akan pikirkan untuk kuterima atau kutolak pinanganmu dan satu lagi mencintai bukan untuk memiliki tapi untuk menjalin silaturahmi, saling mengasihi, saling menjaga kehormatan dan saling menasihati.

Fahmi, maafkan aku atas kata-kata yang terukir di kertas ini, bila membuat luka hatimu. Tolong mengerti keadaanku, aku ingin tahu halalkah kita pacaran? Itu satu pertanyaan yang harus engkau pikirkan.

Wasalamualaikum

Dari Sahabatmu

--Arini--

 

                                                                                   ***

Sepuluh Menit sebelum masuk tepatnya jam 07.15 pagi. Fahmi yang sedang asyik duduk di bawah pohon beringin dikejutkan Ratna teman dekatnya yang biasa mengajaknya ngobrol dan juga belajar bersama.

"Fahmi..!" panggil Ratna

"Ada apa, Rat?"

"Ini ada balasan dari Arini, ntar kalau sudah baca. Ratna mau baca juga, boleh ngak?" tanya Ratna pelan seraya tersenyum.

"Iya". Jawab Fahmi datar sambil mengangkat alisnya. Fahmi memang selalu terbuka sama Ratna bahkan soal hatinya, Fahmi terbuka sehingga Ratna mengerti perasaannya yang suka sama Arini. Tapi Ratna bisa diajak kompromi apalagi soal cinta dan rahasia hati. Setelah mengambil surat balasan, ia membuka lalu membaca dengan hati berdebar akan sesuatu yang tertulis di surat tersebut.

Kata demi kata yang menjadi kalimat, Fahmi membaca dengan teliti sampai selesai kemudian Rangga tersenyum di hadapan ratna.

"Gimana, diterima apa ngak? tanya Ratna

"Baca sendiri."

"sini, biar jelas memang harus dibaca."

Ratna mengambil kertas dari tangan Fahmi, lalu memulai membaca dengan teliti dan hati-hati sehingga Ratna tahu maksud apa yang ditulis Arini. Setelah selesai Ratna berkomentar.

"Kalau kayak gini ngambang antara langit dan bumi, payah banget Arini masa Fahmi yang seganteng ini ditolak, Gimana Mi? Kecewa apa ngak, Mi?"

"Aku ngak kecewa, ini malah yang terbaik buatku. Aku jadi ngerti apa yang ada di lubuk hatinya. Ia seorang wanita yang mempunyai pemikiran kedepan, serta ia dapat mengerti tentang keadaan kehidupan yang harus ia tentukan, tidak seperti aku, ngak jelas."

"Udah Mi. Jangan nangis. Ikhlaskan kalau suatu saat ada yang memiliki Arini."

Fahmi tersenyum lalu menjawab

"Aku ngak berharap lebih dari Arini, karena aku berpikir dengan sepenuh hati tentang masa depanku. Yang kupikir sekarang aku harus sekolah untuk mencari ilmu demi diriku dan hidupku di masa akan datang mumpung aku masih muda, aku tidak akan menyia-nyiakan satu kesempatan ini. Kesempatan yang tidak akan ada untuk kedua kalinya, kamu sendiri gimana? Apa kamu sudah berfikir tentang hidupmu. Ingat kalau kita makan pasti kenyang, kalau nuntut ilmu bisa pintar, tapi kalau pacaran ngak puas biarpun sudah seribu kali."

Ratna menanggapi ucapan Fahmi dengan senyum seraya berfikir.

"Benar katamu Fahmi, kita ngak akan puas bila sudah punya satu pasti pengen lebih dan yang lain, begitulah sebenarnya. Sebentar lagi kita masuk, udah ngak usah nangis lagi." Kata Ratna dengan nada mengejek Fahmi.

Hari senin pagi setelah upacara selesai, Arini memberikan respon terhadap Reri. Hati Fahmi senang banget bukan main ibarat mendapat durian runtuh, saat Reri membawa balasan dari Arini. Saat itu juga Ratna tahu dari gelagat reri, Ratna pun mengikuti sampai ke dalam kelas.

"Rer...!" pangil Ratna

"Ada apa Rat."

"Cuma pengen tahu aja, lo hari ini seneng banget dapat durian runtuh ya, tapi lo jangan nyesel kalau duriannya ngak mateng atau dah busuk." Ejek Ratna seraya tertawa geli melihat ekspresi wajah Reri.

"Kubaca dulu, ntar kukasih tahu, mateng atau busuk durennya."

"Baca yang bener mumpung guru olah raga gak masuk." Ujar Ratna yang sedari tadi duduk tak jauh dari Reri.

Lalu Reri membaca surat dari Arini.

 

--Buat Reri--

Assalamualaikum

Reri sebenarnya aku tidak mampu menggoreskan kata-kata, kalau kata-kata tersebut menyakiti hatimu tapi apa boleh buat dengan penuh keikhlasan kujawab apa pertanyaanmu dengan penuh pertimbangan dan hasilnya kutulis di kertas ini. Aku tahu pengorbananmu, engkau rela bertaruh untuk dapat kesempatan mendekatiku, hal itu kutahu. Aku mengerti engkau melakukan hal itu, tapi tujuan apa sebenarnya atau hanya ingin aku jadi pacarmu. Dan pertanyaan kemarin sengaja kuberikan padamu agar aku tidak terganggu dengan kegiatanku yang menumpuk, bukan aku ingin mengerjaimu atau beralasan atau pun untuk mengetes IQmu.

Reri, engkau memintaku menjadi pacarmu, secara jujur aku jawab aku tidak bisa bukan karena aku sudah punya pacar atau karena aku ingin jadi seleb di sekolah. Aku sekolah di sini untuk menuntut ilmu bukan pacaran, kuharap engkau mengerti alasanku. Selain itu, ayah dan ibuku mengharamkanku untuk pacaran. Kedua orang tuaku membolehkanku untuk berteman sama siapapun yang berbeda suku atau pun agama, tapi harus tahu batas dalam agama dalam berteman. Itulah sedikit pesan kedua orang tuaku yang masih kuingat sampai saat ini.

Engkau pasti tahu Reri, cinta memang membuat manusia rela berkorban dan sudah banyak yang rela berkorban demi kekasihnya. Biarpun pengorbananmu cukup banyak aku tidak bisa memenuhi keinginanmu, maafkan aku. Biarpun begitu kuharap engkau tidak membenciku, cintailah aku sebagai sahabatmu, aku janji tidak akan pernah membencimu asalkan engkau menghargai persahabatan ini sebagai tali silaturahmi.

Satu lagi, aku belum bisa untuk memilih seseorang lelaki yang bisa kucintai karena yang kupikirkan saat ini adalah belajar untuk menambah ilmu pengetahuan untk meraih cita-citaku agar masa depanku cerah. Maafkan atas kata-kata yang menyakitkan hatimu, terimalah keputusanku ini dengan lapang dada. Kerena ini kulakukan bukan karena egois tapi demi kehidupan yang pernah kuharapkan.

Wasalamualaikum

Dari Sahabatmu

--Arini--

 

Setelah membaca surat dari Arini, Reri memandang Ratna. lalu Ratna merasa ngerti kenapa Reri begitu. Terus Ratna bertanya.

"Gimana durennya, Mateng?"

"Ngak mateng." Jawab Reri pelan

"Beneran, sini biar kucoba baca."

Ratna mulai membaca surat balasan dari Arini, tak berapa lama Ratna tau apa yang ada di surat tersebut. Ratna tidak mengatakan jawaban sama saja seperti jawaban Arini kepada Fahmi.

"Jawabannya sama saja, kayak Fahmi. Durennya ngak mateng."

"Maksudnya?"

"Bukan kamu aja yang nembak Arini, Fahmi juga tapi jawaban masih ngambang ngak jelas. Sama seperti kamu, terima aja keputusan Arini. Aku tahu kenapa Arini melakukan hal ini, dia merasa lebih penting ngejar ilmu di sekolah dari pada ngejar cowok. Kamu tau sendiri kan Arini cewek yang paling cantik dan jadi rebutan, jangankan kamu Fahmi yang ganteng aja ditolak. Apalagi kamu yang punya muka pas-pasan, sudahlah anggap ini pengalaman yang bisa dijadikan pelajaran."

"Bener katamu Rat, aku harus berpikir seperti Arini. Menuntut ilmu bukan pacaran, sekarang bagiku pacaran haram hukumnya dari pada ngejar cewek lebih baik akan aku mengejar ilmu biar suatu saat aku bisa jadi orang yang bisa memberikan ilmu kepada orang lain. Itu sih kalau aku beneran belajarnya."

"Dasar kamu Rer, kukira semangat 45 ternyata cuma kerupuk."

"Sekarang aku janji, aku pengen belajar tapi sama kamu, kita bertiga belajar bersama. Bertiga dengan Fahmi."

"Telat lo ngomong, Fahmi sudah pindah dari sekolah kita, dia pindah ke Blitar."

"Kapan?"

Kemarin sore kira-kira jam tiga. Dia pindah karena ikut ayahnya yang jadi pegawai DEPAG. Dia males tinggal sama neneknya yang katanya cerewet. Fahmi ningalin aku, kamu dan Arini yang disayang."

"Kamu ini Rat, ngak bilang-bilang dari kemarin, kan aku bisa minta Fahmi pergi dan ngak usah kembali biar Arini bisa kujadikan istri. Biar Fahmi cari di Blitar."

"Dasar kamu ini Rer. Sudahlah kita main batminton, aku bawa raketnya."

"Oke." Jawab Reri singkat.

 

Sepulang sekolah ratna menunggu Arini di gerbang sekolah. Tidak lama cuma lima menit. Ratna tidak sendiri tapi ditemani dua temannya Arinda dan Anita yang juga satu kelas dengannya dan rumahnya dekat dengan rumah Ratna.

"Rin, tunggu sebentar." Ujar Ratna

"Ada apa Rat?"

"Ini ada titipan dari Fahmi sekalian dia titip salam buat kamu."

Lalu dua teman Arini berkomentar

"Jadi, diam-diam jadian juga sama Fahmi,"

"Ini memang surat, tapi isinya nanti kalau kubuka baru aku tahu ini surat apa. Makasih ya Rat, salam balik sama Fahmi.Fahmi kemana kok gak masuk?"

"Telat kamu nanya Rin!"

"Kok telat, ada apa Nit?"

"Mulai hari ini dan seterusnya kamu ngak akan bisa lihat wajah ganteng nya Fahmi, karena kemarin dia ke Blitar untuk selamanya." Kata Anita lagi.

"Maksudnya pindah sekolah."

"Bener 100%." Ujar arinda menambahi.

 

Sepulang sekolah Arini dan kedua temannya berada di kamar, Arini yang sudah ganti baju dan sudah pula makan siang terasa lelah. Ia jadi teringat Fahmi yang pergi ke Blitar tanpa ia sangka. Ia teringat surat dari Fahmi yang dititipkan sama Ratna, Arini ingin membacanya tapi masih ada kedua temannya juga merasa penasaran dengan surat Fahmi sehingga arini ingin sekali membaca.

"Rin, ini surat dari Fahmi tadi ya. Gue baca ya?"

"Jangan Vin, itukan buat aku. Jangan dibaca."

"Tau ngak Rin, Fahmi itu agak kuno. Jaman sekarang hp berhamburan, tapi malah kirim surat ngak etis banget, kalau suka bilang aja biar bisa disebut cowok pemberani." Ujar Vina

Lalu Reva menyahut

"Fahmi emang ganteng, tapi dia pendiam apalagi masalah cewek tertutup banget, tapi tahu-tahu dia sekarang suka sama kamu Rin, apa ngak salah ?"

"Diam kalian semua, tu latihan dikerjain aku mau baca surat." Ujar Arini saat surat Fahmi ada di tanggannya, kedua temannya diam juga. Lalu Arini keluar kamar terus mengunci pintu kamarnya dari luar.

"Rin kenapa dikunci pintunya?"

"Bar kamu ngak ngangu aku baca surat, ntar kalau sudah selesai kubukain pintunya dari pada kalian marah lebih baik kerjakan latihan sambil makan cemilan, sorry banget ya."

"Lo payah banget Rin, gue juga mau baca." Sahut Vina.

"Sudahlah Vin, mendingan kita kerjakan latihan mumpung ada waktu. Biar Arini baca seraya meresapi isinya, ntar kita juga bisa baca, lau ngak di kasih kita cari sampai ketemu oke." Kata Reva.

"Ya sudah. Sekarang kita kerjain latihan, biar Arini baca sampai puas." Ujar Vina yang agak kesel.

Arini yang keluar dari kamar menuju taman belakang yang ada kursi di lantai atas, karena rumah bertingkat. Arini mengambil tempat duduk sesuai selera, duduk dikursi yang panjang dengan meluruskan kaki seperti berjemur di tepi pantai, tak sabar Arini lansung saja membuka pembungkus surat. Kemudian membuka lipatan kertas dengan hati berdebar Arini mulai membaca.

 

--Buat Arini--

Assalamualaikum

Arini, biarlah waktu menyapamu dengan senyum dan air mata karena dua hal itu tak kan pernah lenyap dari hidupmu dan pula tiap tetes fajar akan melayang mengharap senja darimu, dan biarlah senja itu melekat di ujung petang. Karena hal itu memberikan harapan dalam tiap penantian. Aku hanyalah sepengal kehidupan yang terbatas pada nafas jika tiada layu kurasa.

Arini, terima kasih atas balasan yang telah engkau kirim, mungkin saat kau baca suratku ini aku sudah sampai di Blitar, tempat tinggalku yang baru. Maaf kalau aku tidak sempat berpamitan kepadamu bukan aku tiada ingin mengatakan sesuatu sebagai ucapan terima kasih, karena waktu tiada bisa, sebab aku harus cepat mengurus surat pindah dan yang lain, sehingga aku tiada sempat datang ke rumahmu untuk berpamitan. Sebagai gantinya kutulius surat ini sebagai penganti diriku yang kutitip pada Ratna.

Setelah aku baca suratmu, aku jadi mengerti siapa dirimu yang sebenarnya. Engkau memang seorang wanita yang patut di contoh, engkau hidup punya prinsip, tujuan dan cita-cita tidak seperti aku ini. Aku membaca suratmu dengan hati-hati sehingga kutemukan sebuah prinsip yang akan kucoba untuk kuikuti dengan harapan aku bisa mendapat apa yang jadi cita citaku.

Arini, keputusan yang engkau pilih memang benar, untuk hidupmu menuntut ilmu sangatlah wajib karena suatu saat ilmu yang engkau pelajari pasti akan mengujimui, cita-cita yang engkau impikan memang menjadi semangat dalam hidupmu karena dengan ilmu manusia bisa berpikir tentang segalanya, bahkan dengan ilmu itulah manusia bisa merakit cita-cita.

Aku jadi mengerti bagaimana mencintai dan juga menyayangi seseorang, sebenarnya sejak pertama aku bertemu denganmu aku merasa tertarik denganmu dari cara kamu berbicara dan juga bergaul. Saat itu aku belum tahu apa sih pacaran, apalagi namanya cinta! Aku baru mengerti betapa resah hati bila tak bertemu dan kerinduan yang selama ini hanya dapat aku tuangkan dalam lembaran puisi yang mungkin selalu engkau baca. Aku memang suka menulis puisi dan selalu kuselipkan di bukumu, pasti engkau baca lebih dari seratus puisi yang engkau temukan di bagiam bukumu.

Maafkan aku telah melakukan hal tersebut dan membuatmu penasaran tentang siapa yang menulis puisi.

Arini saat ini aku senang dengan kata-kata yang engkau ukir di lembar kertas sebagai balasan suratku, engkau memberikan sebuah harapan untukku dan juga kesempoatan. Tapi, aku tak tahu apa kita jodoh, aku juga tidak tahu juga tentang masa depan yang ingin kugapai, impian dimasa kecilku.

Maafkan aku, atas kesalahan yang pernah terucap atau terpahat dan juga hal-hal yang tidak pantas aku lakukan. Jagalah dirimu karena aku tidak bisa menjagamu.

Ingatlah kehormatan dan kesucian yang engkau miliki, janganlah engkau campakkan karena hal itu sangat berharga bagimu daripada nyawamu. Kejarlah mimpi-mimpimu yang membuat hatimu tegar dan cita-cita yang memberikan harapan dalam hidupmu.

Sekian kata-kata yang dapat kupahatkan, selamat tinggal Arini. Jagalah dirimu, kehormatanmu dan kesucianmu.

Wasalamualaikum

Dari Sahabatmu

--Fahmi.--

 

Arini menangis.

Tetesan airmata adalah saksi bahwa ia baru tahu sebuah rahasia kalau puisi yang selama ini ia dapat dan di bacanya adalah puisi kerinduan Fahmi. Arini menyesali sesuatu hal yang membuat hatinya remuk redam.

Arini membuka pintu kamar, disambut kedua temannya yang sudah menunggu. Kedua temannya hanya bengong melihat Arini menangis. Lalu Vina mulai bicara.

"Ada apa Rin, kok kamu nangis?"

"Fahmi, Vin!"

"Ada apa dengan Fahmi?" tanya Reva.

Arini lalu berjalan ke arah tumpukan buku untuk mengambil sesuatu yang ia rasa sebagai kenangan yang paling indah dari Fahmi. Arini menemukan buku yang berjilid, lebih dari seratus puisi.

"Ada apa dengan Fahmi, Rin?" tanya Vina yang masinh bengong.

"Tau ngak kalian? Yang selama ini menyelipkan puisi dibukuku yang saat ini sudah kujilid yang isinya sangat romantis dan membuat aku selalu menghayalkan siapa penulisnya."

"Siapa Rin?" Tanya Vina kurang tahu.

"Fahmi, Fahmilah yang memberikan seluruh puisi ini, kenapa ia tidak katakan kalau dialah yang menulis puisi cinta dan kerinduan."

"Fahmi,maksud kamu Fahmi, mana mungkin dia bisa menulis puisi?"

"Kenyataanlah yang bicara."

Kata Arini yang masih tidak percaya kalau Fahmilah yang sudah jauh pergi, yang kini ada di Blitar. Tapi , tiba-tiba HP Arini berdering, Arini mengambil yang tak jauh darinya, lalu ia melihat di layar iPhone ada WhatsApp. Arini membuka dengan perasaan berdebar, di WhatsApp tersebut tertulis sebuah puisi.

 

--Puisi Cinta dan Kerinduan--

Untuk kekasihku yang kurindu

Bila waktu menahanku pergi, aku tetap kan pergi.

Karena masa depan 'kan melangkah temui aku.

Bila kekasih menahanku, aku hanya bingkiskan.

Puisi cinta dan kerinduan untuk dia yang jauh.

Kasih, kerinduan tiba bersama taburan.

Hujan. Di pipi dandalam dada, itulah tangisan.

'Kan menjemputmu kala hatimu merasa.

Bila dia yang jauh itulah kekasih yang engkau cinta.

Bila hujan menderai di pipi, maafkan aku.

Yang tak mampu menghapus tetes rindumu.

Hanyutkanlah resah dan kesahmu.

Dengan balutan tinta berderai kerinduan.

Tuangkan butiran cinta dalam tiap semaian.

Ku 'kan coba melabuhkan layar dari samudra.

Ingatlah tiap tetes 'kan kubasuh jua.

Demi satu kecup tiga kata.

Kasih. Jika aku cinta, aku akan katakan.

Aku mencintaimu untuk hidupku dan matiku.

Dan selamanya, hingga tiada berhembus nafasku.

Untukmulah cinta dan kerinduanku.

--By Fahmi--


Setelah membaca puisi dari Fahmi yang dikirim lewat WhatsApp,Arini hanya bisa tersenyum dan meneteskan air mata dan hatinya berkata: "Fahmi, aku mencintaimu."

                         Cerpen dibuat oleh Sie IBADAH Takmir Masjid Syi'arul Islam.